Total Tayangan Halaman

About this blog!

Foto saya
JAKARTA, DKI JAKARTA, Indonesia
I put life in words, a daily journal of records, to grow my hobby into a fabulous creation. When inspiration takes me, i let it move and make me! Discover the wonderful pages here and a side of me you seldom see. Enjoy reading ;)

Featured Post

SEHAT MENTAL

Tak seperti  Physical Health Issue ,   Mental Health Issue seringkali luput dari perhatian masyarakat. Padahal keduanya mempunyai efek yang...

Minggu, 16 Desember 2018

Potret Kesehatan Indonesia

Indonesia pernah mengungguli negara-negara tetangganya dalam ilmu kedokteran. Keunggulan ini justru bermula dari penyakit yang pernah mewabah besar-besaran di Indonesia.  yakni cacar. Hal itu terjadi pada tahun 1804. Kala itu, bibit cacar pertama kali datang ke Batavia dari Isle d France. Sebagai negara tropis, berbagai kuman penyakit dapat dengan cepat bersarang, tak terkecuali cacar.

Keterbatasan mendatangkan dokter dari luar negeri, memunculkan inisiatif untuk mendidik masyarakat setempat, agar memiliki kemampuan mengobati penyakit. Kekhawatiran penjalaran penyakit cacar, mendesak Belanda untuk segera mendidik tenaga pembantu untuk melakukan vaksinasi cacar, atau biasa disebut juru cacar.

Empat tahun berikutnya, kualitas kegiatan kursus kesehatan ditingkatkan menjadi Sekolah Dokter Djawa. Lulus dengan masa pendidikan tiga tahun, para siswa berhak menyandang gelar Dokter Djawa, meski sebagian besar pekerjaannya adalah sebagai mantri cacar.

Seiring waktu, wewenang Dokter Djawa  diperluas. Mereka tidak hanya tampil sebagai petugas vaksin seperti biasanya, melainkan sebagai dokter yang berada di bawah perintah langsung kepala pemerintah wilayah.

Sekolah Dokter Djawa berkembang. Hingga pada tahun 1889, namanya berubah menjadi Sekolah Pendidikan Ahli Kedokteran Pribumi. Namun sepuluh tahun kemudian, namanya berubah menjadi STOVIA, atau Sekolah Dokter Pribumi.

Museum Gedung Kebangkitan Nasional (STOVIA)







Gedung yang sekarang bernama Museum Kebangkitan Nasional ini dulunya merupakan gedung STOVIA, tempat belajar para calon dokter pada masa Hindia Belanda. Sebelum menempati gedung ini, kegiatan belajar mengajar Dokter Djawa telah lama dilangsungkan di rumah sakit militer, yang sekarang dikenal dengan nama RSPAD Gatot Subroto. Namun setelah gedung STOVIA berdiri pada tahun 1899, kegiatan sekolah pindah ke sana.

Para pelajar di STOVIA semula wajib menggunakan pakaian daerah dan berbahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Hal itu mendesak para pelajar golongan Priyai untuk mengikuti kursus bahasa Belanda. Murid-murid inilah yang di kemudian hari mendirikan organisasi pergerakan kebangsaan Boedi Oetomo pada tahun 1908.

Ketika berada di ambang pembentukan Boedi Oetomo, para hadirin berkumpul di gedung STOVIA.  STOVIA. Mereka bukan hanya terdiri dari murid STOVIA, tapi juga berasal dari Bogor, Bandung, dan Yogyakarta. Hari itu, rasa persatuan para pemuda bangsa sangat terasa.  Tepuk tangan riuh bergemuruh, dan nyaring anti bangsa asing. Anak bangsa telah bangkit. Api kesadaran akan pentingnya nasionalisme mulai menyala di kalangan muda terpelajar.

Peristiwa itu menjadi penanda kebangkitan bangsa. Dan gedung STOVIA pun namanya berubah menjadi Museum Kebangkitan Nasional. Di gedung inilah, anak muda pelopor kebangkitan bangsa meninggalkan jejak perjuangan.
Boedi Oetomo

Kala itu, ilmu kedokteran makin berkembang. Jumlah pelajar STOVIA pun terus bertambah, hingga kegiatan sekolah ilmu kedokteran pindah ke Salemba, Jakarta Pusat.


STOVIA kala itu merupakan pusat komunikasi sosial pelajar seluruh indonesia. Kegiatan ini terus berjalan hingga jaman pendudukan tentara Jepang. Tentara Jepang yang berhasil menumbangkan pemerintah kolonial Belanda, merubah pemerintahan ala militer Jepang.

Dokter pribumi diangkat sebagai dokter kesatuan militer PETA (Pembela Tanah Air) yang dilatih keras dan disiplin oleh tentara Jepang. Sementara itu, sekolah dokter di Jakarta bertambah dengan berdirinya IKADAIGAKU yang didukung oleh para guru Indonesia.

Perang pasifik menyebabkan jepang mengalami banyak kerugian. seringkali, masa pendudukan jepang disebut sebagai masa pancaroba. Masa itu lambat laun berakhir seiring dengan diproklamirkannya kemerdekaan republik indonesia pada tahun 1945.
Saat semangat nasional berkobar di seluruh pelosok negeri, pemerintah kembali fokus pada masalah kesehatan. Sebelum jaman pendudukan Jepang, Belanda merencanakan pembangunan universitas. namun karena persyaratan pembangunan universitas harus memiliki minimal lima fakultas, pembangunan itu tertunda.

Setelah proklamasi kemerdekaan, Belanda kembali datang untuk melanjutkan cita-citanya membangun universitas. Mulanya universitas itu bernama Nord Universitet, lalu kemudian berganti nama menjadi Universiteit Van Indonesia. Tahun 1949, Indonesia meminta Belanda untuk mengembalikan sekolah tinggi itu. Akhirnya, terjadilah serah terima.  Pada tahun itu, resmi dinyatakan berdirinya Universitas Indonesia.

Perkembangan ilmu kesehatan telah lama ada di Indonesia. sayangnya saat ini, indeks kesehatan Indonesia tergolong rendah. Namun, dengan cara hidup sehat, harapan masyarakat untuk sehat tetap selalu ada.

SEHAT MENTAL



Tak seperti Physical Health Issue,  Mental Health Issue seringkali luput dari perhatian masyarakat. Padahal keduanya mempunyai efek yang sama besar terhadap kualitas hidup seseorang.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948, kesehatan adalah merupakan suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Sehingga dapat disimpulkan, sehat bukan hanya soal raga yang prima tapi juga jiwa yang kuat.

Hal tersebut bisa dibuktikan dengan banyaknya kasus bunuh diri yang terjadi di berbagai belahan dunia. Ketidakmampuan menerima kenyataan dan mengelola masalah, dapat membuat seseorang memilih untuk tidak melanjutkan hidupnya.

Masih berdasarkan data WHO, satu dari empat orang di dunia terjangkit gangguan mental. Data yang dipublikasikan itu juga menyebutkan bahwa saat ini ada sekitar 450 juta orang menderita gangguan mental, dan hampir 1 juta orang melakukan bunuh diri setiap tahunnya.

Di Jepang, sebanyak 250 anak dan remaja memilih bunuh diri dalam kurun waktu satu tahun. Data ini didapat dari Laporan Kementerian Pendidikan Jepang, yang mendata kehidupan generasi remaja belakangan ini.

Di Indonesia, data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 yang dikombinasi dengan Data Rutin dari Pusdatin, tercatat sekitar 14 juta orang yang berusia 15 tahun ke atas mengalami gejala-gejala depresi dan kecemasan. Angka ini tentu saja bukan angka yang main-main. Jika tak segera ditangani, generasi penerus bangsa tak akan memiliki masa depan. Meskipun tak melulu berakhir bunuh diri, gangguan mental sangat berdampak pada produktivitas.

Para penderita yang mengalami gangguan mental seperti depresi, secara otomatis mengalami penurunan minat dan motivasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Bahkan aktivitas yang mereka senangi sekalipun. Keterpurukan yang mereka alami akan menarik mereka ke lubang yang gelap. Kreativitas pun tak tumbuh, layu dan mati, tanpa sinar harapan sedikitpun. Di sinilah masa depan mereka dipertaruhkan.

Salah satu gangguan mental yang menarik perhatian adalah bipolar disorder. Penyakit ini merupakan gangguan mental yang terjadi karena adanya gangguan keseimbangan cairan kimia di dalam otak.

Penyakit ini tidak mempengaruhi kognisi, tapi mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Penderita bipolar mengalami roller coaster mood yang terbagi dalam 2 episode, yaitu Manic & Depresif. Selain faktor genetik dan fisiologis, faktor lingkungan juga menyumbang dampak yang besar bagi penyakit ini.

Salah seorang teman yang mengalami gangguan bipolar mengaku, ia sama sekali tidak dapat mengerjakan tugasnya di kantor. Selama masa depresi, ia sangat sulit berkonsentrasi. Tugasnya pun berantakan. Keadaan yang tidak kondusif ini tentu membuatnya menjadi semakin tidak produktif. Inilah salah satu contoh nyata betapa lingkungan sosial yang tidak suportif bisa mematikan karir seseorang.



Sore itu, kami berbincang. Terlihat keputusasaan yang sangat jelas dari matanya yang sendu, serta suaranya yang lirih, dan sedikit bergetar. berulang kali ia berkata, "Saya hampir menyerah."

Menyerah memang sering menjadi pilihan hidup penderita bipolar. Kuantitas perasaan ingin menyerah musti diimbangi dengan oat-obatan.

Meskipun bipolar tidak dapat disembuhkan secara total, ada 4 cara pengobatan yang dapat dilakukan untuk meredam penyakit bipolar.

Yang pertama adalah obat medis. Perlu diketahui, bipolar adalah medical illness, bukan personal traits. Masyarakat sering keliru dalam hal ini. Alih-alih memberikan dukungan moril, tapi justru menyalahkan kepribadian penderita. Karena ini merupakan penyakit medis, pengobatannya pun menggunakan obat medis yang harus dikonsumsi secara rutin dan seumur hidup.

Yang kedua adalah psikoterapi. Berkonsultasi dengan ahli kejiwaan, merupakan kebutuhan dalam proses penyembuhan.

Yang ketiga adalah support system. Lingkungan yang baik, akan sangat membantu dalam proses penyembuhan. Dukungan orang terdekat akan sangat berarti bagi penderita. Ketika penderita merasa dibutuhkan dan dicintai, di situlah harapan hidup muncul lagi.

Yang terakhir adalah spiritual. Ini sangat penting. Adalah sifat alami manusia membutuhkan dzat super sebagai tempat berlindung, agar muncul perasaan tenang dan aman. Dengan memiliki keyakinan penuh kepada Tuhan, manusia punya sandaran yang pasti. Manusia akan tau ke mana bisa mengadu, dan ke siapa harus bersyukur. Keimanan itulah yang harus ada dalam diri seorang penderita bipolar disorder.

Bipolar merupakan satu dari banyaknya gangguan kesehatan mental. Dampaknya sudah sangat jelas terlihat. Namun, hingga saat ini, mereka masih diringkus oleh stigma buruk masyarakat. Apalagi, keseriusan pemerintah dalam isu kesehatan mental masih setengah-setengah. Meskipun dijamin BPJS, namun sayang perawatan dan pengobatannya masih jauh dari maksimal. Padahal, jika pemerintah menanganinya secara serius, dapat menyelamatkan kesehatan mental masyarakat Indonesia. Jika mental masyarakat sehat, bangsa ini tak akan mudah terpental.